“MASALAH”

esboço-da-menina-e-da-ampola-e-do-ponto-de-interrogação-76713539orang konyol sering membuat masalah……..

orang ‘kerdil’ memperbesar masalah…….

orang biasa membicarakan masalah…….

orang besar mengatasi masalah……..

orang bijak bersyukur dengan masalah…….

orang kreatif melihat peluang dari masalah…….

orang beriman naik derajat karena masalah……..

jadi, tidak ada masalah dengan “masalah”… Masalahnya,bagaimana cara kita menyikapi “masalah”… Karena hakikatnya, hidup itu rangkaian ‘masalah’ demi ‘masalah’.

Maka Jadikanlah “MASALAH” sebagai “Masa Memaknai Rencana ALLAH”. Dibalik masalah, pasti ada Berkat… Jadi sikapilah dengan SABAR dan BIJAK….

Dikutip dari buku: Secercah Bahagia Dibalik Makna

GAJI vs BERKAT

Gaji itu ada slipnya ; Berkat tidak ada slip.

Gaji itu dari Boss ; Berkat itu dari TUHAN.

Gaji itu hanya uang ; Berkat bisa berupa banyak hal.

Gaji itu diperoleh dengan kerja ; Berkat itu diperoleh dengan iman.

Gaji itu sudah terduga ; Berkat itu sering tak terduga.

Gaji mungkin sudah besar, tapi terasa kurang ; Berkat itu selalu mencukupi meski tak seberapa…

Gaji harus dikejar, dicari dan diusahakan dengan bekerja ; Berkat bisa datang bagi orang yang percaya, 

Tidak semua orang memiliki gaji tetapi setiap orang memiliki Berkat.

Gaji memungkinkan tertukar dengan orang lain ; tetapi Berkat tidak akan pernah tertukar.

dove_jesus_hand_open.jpg

Besaran gaji ditentukan oleh masa kerja dan kinerja  ; sementara besaran Berkat ditentukan iman dan percaya kita pada TUHAN.

Gaji itu hanya sebagian kecil dari Berkat. jadi jangan pernah cemas, khawatir, resah, dan gundah terhadap nasib yang akan datang, terlebih jangan pernah merasa susah dan sedih terhadap yang luput dari masa lalu. Yakinlah bahwa rencana dan kuasa TUHAN tepat dan indah pada saat-Nya.

“Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Matius 6:33)

Dikutip dari buku: Secercah Bahagia Dibalik Makna

dove_jesus_hand_open.jpg

KERETA KEHIDUPAN

Cloud-Landscape-merokok-kereta-kereta-Api-KB277-lanskap-Indah-ruang-tamu-rumah-modern-dekorasi-kayu-bingkai

hidup bagaikan sebuah perjalanan menaiki kereta. dengan stasiun-stasiun pemberhentiannya. dengan perubahan-perubahan route perjalanan dan dengan peristiwa-peristiwa yang menyertainya, kita mulai menaiki kereta ini ketika kita lahir ke dunia. orangtua kita yang memesankan tiket untuk kita. kita menduga bahwa mereka akan selalu bersama kita salam  kereta. Namun, di suatu stasiun, orangtua kita akan turun dari kereta dan meninggalkan kita sendirian dalam perjalanan ini.

waktu berlalu, dan penumpang lain akan menaiki kereta ini. Banyak diantaa merekan akan menjadi orang yang berarti dalam hidup kita. pasangan kita, teman-teman, anak-anak, dan orang-orang yang kita sayangi. Banyak diantara mereka yang akan turun dari kereta selama perjalanan ini. Dan meninggalkan ruang kosong dalam hidup kita. Banyak diantara mereka yang pergi tanpa kita sadari. Bahkan, kita tak tahu dimana mereka duduk dan kapan mereka meninggalkan kereta.

download

perjalanan kereta ini penuh dengan suka, duka, impian dan harapan, ucapan “hallo”, “selamat tinggal”, cinta dan airmata. Peerjalanan yang indah akan diwarnai dengan saling menolong, saling mengasihi dan hubungan baik dengan seluruh penumpang kereta. Dan memastikan bahwa kita memberi yang terbaik agar perjalanan mereka nyaman.

satu misteri dalam perjalanan yang mempesona ini adalah, kita tak tahu di stasiun mana kita akan turun. Maka kita harus hidup dengan cara yang terbaik, menyesuaikan diri, memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain, dan memberikan yang terbaik yang kita miliki….!

headline_12KeretaEksekutifBima-mediapalu.com

sangatlah penting untuk melakukan ini, sebab, bila tiba saatnya bagi kita untuk meniggalkan kereta……. kita harus meninggalkan kenangan indah bagi mereka yang meneruskan perjalanan di dalam kereta kehidupan ini.

Terima kasih sahabat, telah menjadi salah satu penumpang istimewa di dala kereta kehidupanku. Aku tak tahu kapan aku akan tiba di stasiunku.

dikutip dari buku: Secercah Bahagia Dibalik Makna

WISATA KOTA – PESONA LAUT PULAU LEMBEH, SULAWESI UTARA

lembeh2

Sulawesi Utara memang mempunyai segudang destinasi wisata yang banyak diminati oleh wisatawan baik dari asing maupun lokal. Pulau Lembeh adalah salah satu pilihan destinasi wisata yang dicari oleh para pecinta diving dan snorkling karena keindahan wisata bawah lautnya. Pulau Lembeh terletak di Kota Bitung, Sulawesi Utara.

index

Pulau Lembeh ini terbagi menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Lembeh Utara dan Kecamatan Lembeh Selatan. Pulau ini dipisahkan dari daratan utama Pulau Sulawesi oleh Selat Lembeh. Pesona Pulau Lembeh diberi nama Bastianos Diving Resort, karena keindahan pesona alam bawah laut yang mengagumkan yang tak kalah dari Raja Ampat. Bastianos Diving Resort ini hadir di Pulau Lembeh sejak tahun 2006 silam. Bastianos Diving Resort memiiliki sepuluh cottage yang disuguhkan untuk dapat dinikmati oleh pengunjung dengan nyaman.

1480922606_362_Spot-Resort-Diving-Terbaik-di-Pulau-Lembeh-Sulawesi-Utara

Pesona Pulau Lembeh inilah yang dijadikan tujuan utama wisatawan-wisatawan asing untuk sekedar bersantai atau melakukan diving dengan keindahan spot lautnya. Selat Lembeh ini memiliki 92 titik spot penyelaman yang dihiasi dengan keindahan pemandangan bawah laut. Selain itu, Selat Lembeh juga menyuguhkan peran yang beraneka ragam, seperti transportasi laut lokal, kegiatan industri, pariwisata, perkapalan, perikanan dan kelautan serta laboraturium alami.

Untuk bisa mengelilingi spot diving yang ada di Pulau Lembeh, Anda bisa menyewa jasa kapal nelayan yang biasanya berlabuh di sekitar pulau. Harga rata-rata penyewaan kapal bisa mencapai Rp 200 ribu – Rp 300 ribu per kapal. Mintalah juga untuk diajak berkeliling sekitar selat, Anda akan menemukan lansekap Gunung Dua Saudara, resort-resort mewah, kapal-kapal yang menambat, dan tentunya beraneka ragam ikan laut yang berada di bawah laut.

lembeh9lembeh10

Selain memiliki 92 titik penyelaman, Selat Lembeh juga dihuni sekitar 300 famili binatang bawah laut, dengan ribuan spesies. Salah satu primadonanya adalah mini octopus. Selain wisata bawah laut, lokasi lain yang bisa dikunjungi di Pulau Lembeh adalah kawasan ekowisata mangrove di kelurahan Pintu Kota, kecamatan Lembeh Utara. Biayanya relatif murah. Anda hanya perlu merogoh Rp 2.500 untuk bisa masuk kesana. Di sepanjang jalan menuju lokasi wisata, terdapat himbauan yang harus diperhatikan. Kemudian, di dalam kawasan, Anda dapat bersantai di gazebo atau berfoto-foto dengan latar tumbuh-tumbuhan mangrove.

7-Taman-Wisata-Tandurusa

Ada Taman Marga Satwa Tandurusa bagi Anda yang ingin melihat keanekaragaman satwa khas Pulau Lembeh ini. Tarsius merupakan binatang andalan yang jadi primadona di tempat ini. Untuk dapat sampai di Pulau Lembeh, Anda harus menempuh perjalanan dari Manado ke Bitung terlebih dahulu. Waktu perjalanan dari bandara udara di Manado ke kota Bitung adalah sekitar 45 menit, tersedia bus umum atau taksi. Di Bitung, tempat untuk menuju Pulau Lembeh adalah dari Dermaga Ruko Pateten. Anda akan menaiki perahu selama 15 menit untuk dapat sampai di Pulau Lembeh, biayanya Rp 8.000,- per orang.

Wisata Desa – Kampung Bambu Bogor

kampung bambu bogor

Kampoeng Bamboe atau Kampung Bambu merupakan salah satu lokasi tempat wisata di bogor yang dapat Anda jadikan destinasi wisata untuk liburan, bermain dan belajar dengan bernuansakan pedesaan yang berada di kawasan Bogor, Akses untuk menuju kawasan ini jaraknya hanya sekitar 18 km dari pintu gerbang Tol Bogor.

Kampoeng Bamboe juga melayani berbagai macam kegiatan, mulai dari kegiatan tidak menginap satu hari (pagi s/d sore) dan juga kegiatan menginap. Lokasi ini sangat cocok untuk acara keluarga, sekolah, universitas, organisasi dan juga untuk acara perkantoran. Lokasi Kampoeng Bamboe diapit oleh dua buah gunung, yaitu gunung Pangrango dan gunung Salak dapat memberikan Anda pengalaman dengan panorama alam yang indah serta mengesankan.

Lingkungan Kampoeng Bamboe ditata secara asri bernuansakan pedesaan dengan hamparan sawah yang indah dan kebun yang menghijau. Suara-suara hewan ternak, burung dan hewan-hewan lain yang hidup dipedesaan. Gemericik air yang mengalir dari pegunungan mengiringi liukan ikan-ikan yang ada di kolam perikanan dan kolam untuk memancing.

Hembusan semilir angin dan balutan udara segar diharapkan mampu menciptakan kenyamanan, ketenangan, kesegaran dan kebahagiaan untuk anda yang ingin mengunjungi Kampoeng Bamboe.

Disini terdapat banyak sekali kegiatan yang dapat Anda kerjakan di antaranya seperti :

  1. Pertanian dan Membajak Sawah
  2. Perkebunan
  3. Peternakan
  4. Pemancingan
  5. Api Unggun
  6. Outbound
  7. ATV Track
  8. Lite Downhill Track
  9. Lapangan Bola Lumpur
  10. Lapangan Futsal Alam
  11. Lintas Desa
Pertanian dan Membajak Sawah
Pertanian dan Membajak Sawah
Perkebunan
Perkebunan
Pemancingan
Pemancingan
Api Unggun
Api Unggun
Outbound
Outbound
ATV Track
ATV Track
Lite Downhill Track
Lite Downhill Track
Lapangan Bola Lumpur
Lapangan Bola Lumpur
Lapangan Futsal Alam
Lapangan Futsal Alam
Lintas Desa
Lintas Desa

Dan masih terdapat banyak sekali hal-hal yang menarik di Tempat Wisata ini. Untuk informasi lebih lanjut tentang Harga tiket masuk ke Wisata Desa Kampung Bambu Bogor, Anda dapat mengunjungi langsung website resminya di : kampoengbamboe.com

Mati karena Tertawa??

Mati karena Tertawa
Ilustrasi tertawa. Getty Images/iStockphoto

11 Juni, 2017dibaca normal 2 menit
Ungkapan ‘mati ketawa’ rupanya bukan cuma kiasan. Segelintir orang dari era ke era dilaporkan mati setelah tertawa terbahak-bahak. Kenapa?
tirto.id“Hai, kamu….Coba kamu lihat keledai yang sedang makan daun ara di situ,” begitu kata Chrysippus kepada salah satu pelayannya seraya menunjuk ke satu arah.

Si lawan bicara mengikuti instruksi majikannya, lantas menunggu titah berikutnya dari sang filsuf itu. “Berikan secawan anggur kepadanya biar dia mudah menelan makanannya.”

Setelah pelayannya melakukan apa yang ia minta, Chrysippus tertawa tak terkendali hingga tak lama kemudian, maut menjemputnya. Kemalangan yang menimpa filsuf Yunani Chrysippus seperti dikisahkan Diogenes Laertius ini membuktikan bahwa dalam beberapa kasus, sebuah komedi bisa berakhir pada tragedi dan bisa terjadi dalam sekejap. Sebagian orang menganggap cerita semacam ini hanya bualan belaka sampai sederet peristiwa serupa tercatat dalam sejarah.

Seorang pelukis pada zaman Yunani Kuno dikabarkan meninggal dalam tawa. Adalah Zeuxis yang mendapat pesanan dari seorang perempuan renta kaya untuk melukisnya sebagai Aphrodite, sang dewi cinta. Saat melihat kembali lukisan tersebut, Zeuxis tidak mampu menahan kegeliannya mengingat betapa kontras sosok Aphrodite yang ia pahami dengan penampilan sang klien. Begitu usai tawanya, usai pula hidup pelukis itu.

Kisah tragis Zeuxis menjadi salah satu inspirasi Rembrandt, pelukis Belanda, yang menelurkan karya bertajuk Self-portrait as Zeuxis pada sekitar 1662. Saat ini, lukisan tersebut disimpan di Wallraf-Richartz-Museum, Cologne, Perancis.

Pada 1410, setelah melahap seekor angsa utuh, Raja Martin dari Aragon dikisahkan mengalami gangguan pencernaan. Ia pun dibawa ke kamarnya untuk beristirahat. Sembari menunggu nyerinya hilang, Borra, pelawak kerajaan, dipanggil untuk menghiburnya. Saking serunya banyolan Borra, Raja Martin tidak berhenti tertawa dan tanpa diduga, nyawanya melayang saat saat tertawa terbahak-bahak.

Kejadian mati dalam tawa teranyar datang dari Thailand. Pada 2003, seorang penjual es krim, Damnoen Saen-um dilaporkan CBS meninggal setelah tertawa dalam tidurnya. Selama dua menit laki-laki ini terpingkal-pingkal tanpa sadar. Saat istrinya mencoba membangunkan Saen-um, ia sudah tak lagi bernapas.

Kisah-kisah ini sekilas terdengar tidak masuk akal. Namun, ada penjelasan ilmiah mengenai tawa yang memicu kematian.

Mati karena Tertawa

Dr. Martin Samuels, profesor neurologi dari Harvard Medical School memaparkan kepada NBC mencoba memberi penjelasan bagaimana kasus-kasus meninggal setelah tertawa dapat terjadi. Ia menyatakan tawa berlebihan dapat memicu napas tak beraturan dan ritme detak jantung yang abnormal.

“Umumnya, tawa terbahak-bahak tidak membahayakan nyawa seseorang,” ujar Dr. Samuels,

“Namun, ada kalanya berita baik berisiko menyebabkan kematian tiba-tiba, sama seperti berita buruk. Saya pernah menemukan kasus orang-orang yang mati setelah memenangi pertandingan bowling dan setelah mendengar kata ‘tidak bersalah’. Kematian saat beraktivitas seksual juga beberapa kali terjadi. Ekstase, kebahagiaan, dan berita baik bisa benar-benar membahayakan.”

Dr. Samuels menambahkan, keadaan senang berkaitan dengan respons fight atau flight. Saat respons ini terjadi, hormon adrenalin akan teraktivasi. Bagi makhluk-makhluk tertentu, aktivasi hormon ini dapat memicu gangguan pada beberapa organ, khususnya jantung. Keadaan emosi yang begitu ekstrem, baik positif maupun negatif, dapat membahayakan jantung dan bisa mematikan.

Sejumlah argumen lain mengenai bahaya tawa yang ekstrem juga dipaparkan dalam situs The Week. Bagi penderita asma, tawa dapat memicu datangnya penyakit ini. Pneumothorax atau keadaan tidak berfungsinya paru-paru juga bisa terjadi ketika seseorang tertawa berlebihan. Sementara bagi orang-orang yang mengidap katapleksi—kondisi yang dikaitkan dengan narkolepsi—tawa mengakibatkan melemasnya otot secara mendadak. Selain itu, tawa tak terkendali juga berpotensi menyebabkan hernia dan dislokasi rahang.

James Hamblin, MD mengungkapkan dalam Splitsider bahwa orang yang mengalami aneurisma—pelebaran pembuluh nadi secara abnormal—dapat tewas hanya karena tawa berlebihan. “Bila kamu memiliki penyakit pembuluh nadi, apa pun yang mempercepat detak jantungmu dapat menghambat peredaran darah. Selanjutnya, yang terjadi adalah serangan jantung dan tentunya hal ini dapat membunuhmu. Ini sama halnya dengan orang yang tidak pernah berolahraga, lantas tiba-tiba mengeruk tumpukan salju atau berhubungan seks. Aktivitas ini dapat berujung pada kematian,” demikian tulis Hamblin.

Tertawalah sebelum tertawa dilarang, begitu kata-kata yang sering kita dapati pada film komedi. Namun kini, tak ada salahnya mengingat untuk tak berlebihan tertawa sebelum tawa itu mendatangkan kematian.

Orang yang Gemar Baca Buku Punya Sifat Lebih Ramah

Orang yang Gemar Baca Buku Punya Sifat Lebih Ramah
Bapak-bapak tampak memandu anaknya membaca buku pada acara Big Bad Wolf Book Sale 2017 di Indonesia Convention Exhibition BSD City, Tangerang, Jumat (21/4). tirto.id/Naomi Pardede

08 Mei, 2017dibaca normal 0:30 menit
Para peneliti menemukan bahwa pembaca buku cenderung punya perilaku baik ketimbang mereka yang lebih suka menonton televisi.
tirto.idSetiap orang tentu ingin menjadi lebih ramah. Untuk itu, Anda bisa memulai kebiasaan membaca buku. Sebuah studi terbaru menunjukkan rutin membaca membuat lebih ramah dan berempati.

Dalam penelitian tersebut, sebanyak 123 partisipan ditanya mengenai preferensi soal buku, televisi, dan pertunjukan. Selanjutnya, kemampuan interpersonal mereka diuji, seberapa besar mereka memikirkan perasaan orang lain dan apakah mereka gemar menolong orang lain.

Studi yang dilakukan di Kingston University, London, menemukan bahwa pembaca buku cenderung punya perilaku baik ketimbang mereka yang lebih suka menonton televisi.

Sementara itu, penelitian itu juga mengungkapkan, pencinta televisi cenderung lebih tidak bersahabat dan tidak pengertian terhadap pandangan orang lain.

Namun, tidak sembarang buku yang membuat Anda jadi lebih baik karena tipe literatur juga punya dampak besar terhadap kecerdasan emosi.

Dilansir Independent, studi mengungkapkan penggemar fiksi menunjukkan perilaku sosial yang lebih positif, sementara pembaca novel drama dan percintaan cenderung lebih punya empati.

Serupa, pencinta dari buku eksperimental menunjukkan kemampuan melihat sesuatu dari perspektif berbeda, namun pembaca buku komedi dinilai paling bisa menempatkan diri di posisi orang lain.

Para peneliti menegaskan studi ini tidak membuktikan ada efek sebab akibat bahwa membaca buku pasti membuat orang lebih baik. Namun, semakin bijaksana seseorang, semakin besar kemungkinan bahwa ia suka membaca, demikian yang dikutip dari Antara.

Pemanasan Global Mengurangi Waktu Tidur Manusia

Pemanasan Global Mengurangi Waktu Tidur Manusia
Seorang pria menderita insomnia dan sleep disorder. FOTO/iStock

Reporter: Aulia Adam
13 Juni, 2017dibaca normal 2 menit
Sebuah penelitian terbaru menyebut waktu tidur manusia akan semakin berkurang karena bumi yang semakin panas.
tirto.idTidur adalah kebutuhan vital bagi manusia. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa kualitas tidur yang tak baik dapat memengaruhi  tubuh. Mulai dari menyebabkan penyakit-penyakit kronis, seperti: gagal jantung, serangan jantung, tekanan darah tinggi, stroke, diabetes; membuat kulit cepat tua, yang mana memengaruhi kecantikan; mengurangi gairah seksual; bikin manusia cepat jadi pelupa dan mudah menggemuk. Penelitian lain bahkan menunjukkan bahwa kurangnya tidur berkualitas langsung mendekatkan kita dengan kematian.

Masalahnya, tidur kini sudah jadi barang mewah bagi para pekerja industri. Jam kerja dan ponsel pintar Anda adalah penyebab utamanya.

Singapura pada tahun 2014 lalu, jadi negara dengan jam kerja paling tinggi sedunia. Selama setahun, rata-rata seorang warga negaranya bekerja sampai 2389.4 jam. Di Taiwan, cuma kurang sedikit, seorang pekerja akan menghabiskan 2.163 jam selama setahun untuk membanting tulang cari nafkah. Di Korea Selatan, rata-rata pekerja menghabiskan 2.193 jam per tahun. Waktu bekerja yang lumayan lama ini belum ditambah kegiatan lain yang akhirnya membuat sejumlah orang dewasa mengalami insomnia, yang berdampak pada kualitas waktunya beristirahat.

Masalahnya, seperti sebuah lingkaran yang tak putus, kurangnya tidur juga memengaruhi kinerja di tempat kerja. Pada akhirnya, masalah itu juga akan memegaruhi roda ekonomi, sosial, dan politik sebuah negara. Beberapa negara yang sadar masalah ini akhirnya turut mengatur cara tidur warganya dengan membuat aturan tentang jam kerja.

Di Belanda, yang sedikit peduli dengan jam kerja penduduknya, punya aturan yang membuat mereka tak boleh bekerja lebih dari 2.080 jam setahun. Jepang, lebih baik lagi, warganya yang terkenal pekerja keras dan juga sering bunuh diri, telah dilindungi aturan baru yang membuat mereka cuma boleh bekerja 1.735 jam dalam setahun. Mereka juga punya aturan yang membuat para pekerja punya libur lebih lama dari sebelumnya.

Tapi masalah kurang tidur ini tampaknya tidak akan selesai dalam waktu dekat. Nick Obradovich, Politikus sekaligus Peneliti Perubahan Iklim mengeluarkan studi terbarunya yang mengklaim bahwa pemanasan global akan berpengaruh pada semakin berkurangnya waktu tidur manusia.

Dalam penelitian yang terbit 26 Mei lalu itu, Obradovich menyebut mereka yang akan paling terkena dampak fatal adalah: orang-orang miskin dan tak mampu membeli AC, tinggal di daerah tropis dan empat musim (musim panas mempersempit waktu malam), serta orang tua.

Pemanasan Global Mengurangi Waktu Tidur Manusia

Studi itu juga memprediksi jumlah kekurangan tidur yang akan dihadapi manusia di masa depan. Pada 2050, setiap 100 orang Amerika akan mengharapkan ekstra enam malam setiap bulannya. Sementara pada 2099, setiap 100 orang Amerika akan mengharapkan ekstra 14 malam tambahan setiap malamnya.

Untuk menghitung efek suhu yang lebih hangat di masa depan, ia menggunakan data yang dikumpulkan oleh Centers for Disease Control and Prevention, yang meminta orang-orang dalam survei untuk mengingat pola tidur mereka di bulan sebelumnya.

Benar saja, Obradovich menemukan korelasi antara suhu yang lebih tinggi di kota-kota tertentu dan gangguan tidur yang dirasakan warganya. Untuk membuat prakiraan, ia juga mengukur seberapa panas tempat-tempat yang akan terkena dampak lebih parah jika efek rumah kaca terus meninggi. Namun, Obradovich mengakui penelitian punya kekurangan. Data yang dijadikannya bahan penelitian adalah data yang bermodalkan ingatan, sehingga keakuratannya masih perlu diuji. “Data ideal itu tidak ada, dan sangat mahal untuk dikumpulkan,” katanya pada The New York Times.

Namun, menurut studi 2015 lalu, Bumi memang telah menjadi lebih panas dalam beberapa tahun terakhir. Suhunya naik 1,5 sampai 2 derajat Celsius dari sebelumnya. Kenaikan suhu ini tentu saja memengaruhi alam, misalnya luas es di Artik yang makin sempit, mengakibatkan air laut makin tinggi dan luas daratan menyempit. Dengan kata lain, manusia dan makhluk darat lain mungkin suatu saat nanti akan berebut rumahnya di daratan, sembari menjaga keseimbangan ekosistem alam.

Studi baru Obradovich membuktikan, bahwa tak hanya alam yang secara langsung mendapat dampak pemanasan global. Manusia, salah satu faktor utama terjadinya percepatan pemanasan global, juga terkena dampak langsungnya.

Sudah siap untuk terjaga lebih lama?

Revolusi yang Berawal dari Media Sosial

Revolusi yang Berawal dari Media Sosial
Massa pro-demokrasi mengangkat flash light ponsel mereka dan bernyanyi bersama saat unjuk rasa di Hong Kong (30/9/2014). Chris McGrath/Getty Images

Reporter: Ahmad Zaenudin
16 Juni, 2017dibaca normal 4:30 menit
Media sosial digunakan sebagai wadah untuk menggulirkan revolusi di beberapa negara. Ia berhasil jadi jembatan untuk perubahan, tapi bukan berarti tanpa kelemahan dan ekses negatif.
tirto.idAwan kelabu menyelimuti Mesir pada siang hari 25 Januari 2011 itu. Protes terhadap pemerintah, terjadi di tengah ibu kota Mesir. Mahmoud Salem, seorang blogger Mesir berkicau melalui akun pribadinya: “Suasana di Mesir hari ini berbeda. Terlalu banyak orang yang masih berkutat dengan mentalitas budak. Ini sangat membuat frustrasi.”

Demonstran pro perubahan, berhadapan dengan demonstran pro Hosni Mubarak, sang presiden Mesir yang berkuasa kala itu. Aksi massa pro perubahan didukung oleh netizen di Facebook dan Twitter, akhirnya berhasil menggulingkan Hosni Mubarak. Apa yang terjadi di Mesir kala itu dikenal sebagai Arab Spring, gerakan massa melawan rezim otoriter korup dan berantai terjadi di negara-negara Timur Tengah–selain Mesir, terjadi di Tunisia, Libya dan lainnya.

Media sosial, yang awalnya hanya digunakan sebagai sarana informasi dan komunikasi, berubah menjadi medium perubahan yang sangat kuat. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM 2014 yang bertajuk Media Sosial dan Revolusi Politik: Memahami Kembali Fenomena “Arab Spring” dalam Perspektif Ruang Publik Transnasional, menyimpulkan revolusi Arab Spring sangat dipengaruhi oleh warga negara yang aktif menginisiasi gerakan politik dan perkembangan media sosial sehingga menyebarnya wacana tentang revolusi.

Aktivitas dengan media sosial sudah umum digunakan masyarakat di era gadget ponsel pintar jadi milik banyak orang. Misalnya di Google Play, pasar aplikasi Android untuk aplikasi Facebook telah dipasang di lebih dari 66,8 juta perangkat. Sedangkan jumlah pengguna media sosial pun makin bertambah, pengguna media sosial tahun ini ditaksir akan mencapai angka 2,51 miliar pengguna. Angka yang meningkat cukup drastis dibandingkan  2010 lalu yang saat itu belum mencapai 1 miliar pengguna. Pada 2020 diperkirakan nyaris akan ada 3 miliar pengguna media sosial atau kurang dari separuh manusia di Bumi.

Penetrasi masif media sosial tak terpisahkan dari manfaatnya. Beragam manfaat yang bisa diperoleh masyarakat dalam bermedia sosial. Mulai dari menjalin pertemanan, berjualan secara daring, mengekspresikan pandangan politik, hingga memperoleh berita. Menurut data yang dipublikasikan Pew Research, 6 dari 10 orang Amerika Serikat, memperoleh berita dari media sosial.

Media Sosial dan Massa

Selain manfaat secara umum, media sosial punya peran untuk menggerakkan massa.  Pada 6 April 2009 di Moldova, demonstran memprotes hasil pemilihan legislatif di Moldova yang dimenangkan oleh Partai Komunis Republik Moldova. Kemenangan partai tersebut, dianggap palsu. Demonstran menghendaki adanya perhitungan ulang pada proses demokrasi itu. Sebagian besar demonstran, memanfaatkan Twitter untuk berdiskusi dan mengorganisir massa dan perjuangan mereka.

Pemanfaatan media sosial seperti Twitter, Facebook hingga YouTube untuk skala yang lebih besar sebagai wadah menggalang massa untuk perlawanan politik terjadi pada 2010. Masyarakat Tunisia tergerak hatinya saat ada aksi bunuh diri dengan cara membakar diri seorang pemuda penjual sayur yang barang dagangannya dijarah aparat polisi.

Masyarakat pro perubahan memanfaatkan Facebook dan Twitter untuk menggalang kekuatan melawan rezim Presiden Zine El Abidine Ben Ali, yang berbuah “Revolusi Tunisia”.  Ini persis yang terjadi di Mesir sesudahnya, ribuan orang menyemut di Tahrir Square, Kairo, Mesir untuk menurunkan Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa sejak lama. Salah satu pemicu aksi massa saat itu karena sebuah laman di Facebook yang bernama “Simple, Anonymous”.

Laman Facebook itu dibuat oleh seorang aktivis sekaligus pekerja Google bernama Wael Ghonmin. Ghonmin memberikan keterangan dalam halaman Facebook “Kami semua adalah Khaled Said”. Khaled Said, merupakan sosok yang mirip dengan Mohamed Bouazizi, pemuda yang membakar diri dan memicu revolusi di Tunisia. Sedangkan Khaled Said merupakan seorang pemuda yang disiksa hingga mati oleh polisi Mesir. Kematiannya, menjadi salah satu pemicu kemarahan masyarakat yang sudah muak dengan pemerintahan rezim Hosni Mubarak.

Dalam aksi revolusi yang terjadi di Mesir enam tahun lalu,  The Guardian menuliskan terjadi lonjakan Tweet yang sangat besar. Kicauan di Twitter dengan tagar #Jan25, yang semula hanya berjumlah 2.300 Tweet, melonjak menjadi 130.000 Tweet per hari selama seminggu sebelum pada akhirnya Presiden Hosni Mubarak mundur dari Jabatannya. Fawas Rashed, salah satu demonstran mengungkapkan, “kami menggunakan Facebook untuk penjadwalan aksi protes, (menggunakan) Twitter untuk (menentukan) koordinat (lokasi protes), dan (menggunakan) YouTube untuk mengabarkan pada dunia.”

Peran media sosial dalam menggerakkan massa tak hanya terjadi pada Arab Spring. Di Hong Kong, wilayah independen Cina, aksi protes dengan memanfaatkan media sosial terjadi pada 2014. Kala itu, masyarakat Hong Kong marah atas dihapuskannya pemilihan kepala Pemerintahan Hong Kong secara langsung.

Masyarakat Hong Kong, yang dipelopori oleh para pemuda, memanfaatkan media sosial untuk menggalang kekuatan aksi massa. Aksi massa mendapat balasan yang cukup kuat dari aparat setempat dengan menyemprotkan air, gas air mata, serta bubuk merica. Para demonstran membekali diri mereka dengan payung sebagai alat perlindungan. Payung yang dibawa tersebut, kemudian menjadi simbol perlawanan mereka.

Mark Pfeifle, mantan penasihat keamanan Amerika Serikat, sebagaimana dikutip dari The Newyorker mengungkapkan, “tanpa Twitter rakyat Iran tidak akan merasa berdaya dan percaya diri untuk berjuang atas kebebasan dan demokrasi (mereka). James K. Glassman, mantan pejabat departemen luar negeri Amerika Serikat mengungkapkan bahwa kini para aktivis terbantu dengan adanya Facebook, A.T. & T., Howcast, MTV, dan Google.

Revolusi yang Berawal dari Media Sosial

Saat banyak orang menganggap peran media sosial sudah lazim dan sarana yang efektif dalam sebuah perubahan politik dan sosial. Namun ada yang menganggap sebaliknya. Leil Zahra mengungkapkan, “gerakan massa tersebut yang memanfaatkan media sosial terjadi karena lebih banyak (orang-orang yang terlibat) memiliki akses ke Twitter dan Facebook. Jika bukan karena kelas pekerja dan ribuan orang terpinggirkan revolusi tidak akan terjadi.” Zahra seperti dikutip dari The Guardian.

“Media sosial hanya sebuah alat, dan alat yang sangat baik, tapi (media sosial) bukanlah alternatif bagi (gerakan) fisik mengekspresikan kebebasan di ruang publik.”

Setali tiga uang dengan Zahra, Thomas L. Friedman, seorang jurnalis yang memperoleh 3 Pulitzer, melalui opini di The New York Times mengungkapkan bahwa sesungguhnya ada masalah dari revolusi tersebut. Revolusi yang digerakkan media sosial memang berhasil meruntuhkan suatu rezim, tapi gagal membentuk konsensus baru bagi negeri bersangkutan.

Opini Friedman tersebut, diperkuat oleh pernyataan Wael Ghonim yang ia kutip. Ghonim mengungkapkan, revolusi yang didukung oleh media sosial memang berhasil menggulingkan Hosni Mubarak, tapi gagal menghasilkan demokrasi yang sesungguhnya–setelah revolusi Januari 2011 Mesir dilanda revolusi kembali saat Presiden Mesir Muhammad Mursi yang terpilih melalui Pemilu tumbang dengan cara kudeta militer di 2013.

Ghonim, dalam gelaran TED Talk mengungkapkan, “saya pernah berkata, ‘jika kamu menginginkan masyarakat yang bebas, yang kamu butuhkan hanyalah internet.’ Namun (ternyata) saya salah.” Ia kemudian mengatakan, “Arab Spring (terbukti) mengungkap potensi besar dari media sosial, tapi hal tersebut juga mengungkap kekurangan terbesarnya. Alat yang sama yang menyatukan kita untuk menggulingkan diktator pada akhirnya justru membuat kita terpisah.”

Apa yang dikatakan Ghonim tak meleset, media sosial yang seharusnya jadi diskusi yang membangun, bisa berubah menjadi ajang saling menjatuhkan. Parahnya lagi, mudah menyebarnya berita palsu alias hoax di media sosial dimamah begitu saja oleh para penggunanya.

Helen Mergetts, dalam bukunya berjudul Political Turbulence: How Social Media Shape Collective Action mengungkapkan bahwa media sosial turut membuat aksi kolektif menjadi lebih kacau.  Zeynep Tufekci, asisten profesor pada University of Nort Carolina, sebagaimana dikutip dari Motherboard mengungkapkan, “dengan menekan (media sosial) pada lampu sorot (arena pertarungan) tanpa infrastruktur (perubahan politik), media sosial memungkinkan mereka meningkat tanpa bersiap untuk apa yang terjadi selanjutnya.”

Kritik terhadap pemanfaatan media sosial sebagai salah satu alat penggerak aksi massa, juga muncul dalam jurnal berjudul Effective or Overrated? Role of Social Media in Iranian Mass Demonstration of June 2009 yang ditulis oleh Cora Werwitzke dan Jurge Wilke. Dalam jurnal tersebut, Werwitzke memaparkan beberapa kelemahan media sosial dalam hal penggerakan aksi massa. Salah satunya adalah pemanfaatan teknologi tersebut, hanyalah euforia dari media-media barat semata. Selain itu, ia pun menulis bagaimana revolusi Iran yang terjadi 30 tahun lalu, hadir tanpa bantuan Facebook maupun Twitter. Hingga pada akhirnya media sosial punya sisi lain di luar kemampuan mampu menggalang massa.

Di Indonesia, pemerintah belum lama ini membentuk sebuah badan bernama Badan Siber dan Sandi Nasional atau BSSN. Pembentukan badan tersebut, merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2017. Dalam Perpres tersebut, sebagaimana dikutip dari Antara, BSSN bertugas untuk melaksanakan keamanan siber dengan memanfaatkan, mengembangkan dan mengonsolidasikan semua unsur terkait dengan keamanan siber.

Dalam penjelasan resmi pemerintah melalui Badan Sandi Negara pada 2 Juni 2017, pemerintah mengakui interaksi di media sosial merupakan sebagai arena demokrasi publik tapi bukan berarti jadi hal yang dianggap remeh terhadap potensi ancaman yang bisa ditimbulkan oleh media sosial.

“Dalam aspek sosial budaya, saat ini peran ranah siber tidak bisa dipandang remeh karena ranah siber merupakan saluran interaksi dan komunikasi yang cepat dan mampu menyentuh individu secara personal.”

Media Sosial: Suaka atau Penjara Baru untuk Berekspresi?

Media Sosial: Suaka atau Penjara Baru untuk Berekspresi?
Ilustrasi. FOTO/istock

06 Juni, 2017dibaca normal 4:30 menit
Karena tidak leluasa mengekspresikan gagasan di dunia nyata, sebagian orang pun memilih berkicau di media sosial. Namun, kebebasan penuh untuk bersuara tidak serta mereka dapatkan.
tirto.idSejak awal kemunculannya, media sosial dianggap membawa angin segar bagi warganet. Mereka yang semula hanya bisa mengekspresikan diri di ruang-ruang publik lingkup sempit atau bahkan cuma mampu mengendapkan ide dan pengalaman di kepala, kini memiliki kesempatan untuk membuat hal-hal tersebut menyebar ke khalayak luas. Wacana dan realitas yang selama ini tersembunyi dimungkinkan untuk muncul di ruang digital. Tilik saja ruang-ruang semacam blog atau media sosial yang memungkinkan adanya ekspresi atau diskusi seputar agama, seksualitas, dan aneka preferensi personal maupun golongan. Batasan-batasan geografi dan waktu dikandaskan, begitu pun sekat antara ranah publik dan privat. Lebih lanjut, jendela-jendela bilik ideologi pun terbuka dan kesempatan untuk saling melihat cara pandang orang-orang tentang dunia ini tersaji di depan mata.

Orang-orang merayakan kehadiran ruang digital. Tidak sedikit juga yang menyangka bahwa internet dan media sosial merupakan tempat yang imun dari rengkuhan kontrol masyarakat dan penegak hukum. Namun, benarkah demikian?

Dari sekian banyak kekaburan batasan yang ditemukan di internet dan media sosial, terdapat satu hal yang berpotensi membawa kerugian bagi warganet: biasnya jangkauan kontrol dan cakupan kebebasan yang mereka miliki.

Belakangan, kata “persekusi” menjadi populer di berbagai media massa. Sejumlah kasus intimidasi dan penyerangan terhadap orang-orang yang menuangkan gagasannya di ruang digital membuat wacana ancaman terhadap kebebasan berekspresi kembali muncul ke permukaan. Bocah berinisial PMA dan dokter Fiera yang mengkritik ulama di media sosial harus berhadapan dengan perundungan di dunia nyata. Di negara-negara mayoritas Islam lainnya, Mukaddes Alataş dan Suad al-Shamari dijebloskan ke penjara lantaran kicauannya dianggap menyinggung para pemegang kekuasaan.

Pembatasan kebebasan berekspresi tidak hanya dilakukan oleh individu atau kelompok masyarakat saja. Pengelola platform media sosial juga berupaya mengontrol kebebasan berekspresi dengan memangkas akun-akun dan unggahan warganet yang dianggap tidak sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Isu-isu sensitif seperti agama dan seksualitas menjadi bidikan utama platform media sosial dalam mengatur tindak-tanduk para pengguna.

Dengan menggadang-gadang regulasi yang tercantum dan mesti disetujui para pengguna sejak awal, mereka menjatuhkan sanksi-sanksi seperti penghapusan konten atau pemblokiran akun. Budaya partisipatoris dalam kehidupan digital juga memungkinkan peran serta pengguna untuk menyetop artikulasi gagasan pengguna lainnya. Strategi lapor-melapor menjadi kunci untuk membungkam sejumlah pihak.

Dari tahun ke tahun, deretan akun dan unggahan yang dihapus oleh platform media sosial terus bertambah. Sebagian dapat diakses kembali, sementara lainnya raib tanpa jejak. Baru-baru ini, dikabarkan The Australian bahwa Facebook menutup sejumlah akun grup eks-Muslim. Hal ini seiring dengan melimpahnya laporan warganet yang menganggap akun-akun tersebut menghina Islam. Akun grup Eks-Muslim of North America yang berpengikut lebih dari 25.000 orang sempat menjadi sasaran pelapor meski kini sudah kembali dapat diakses. Dalam akun tersebut, dituliskan sejumlah tujuan para penggagas yakni membangun komunitas, mempromosikan nilai-nilai sekuler, dan menormalisasi keberagaman pendapat seputar agama.

Di samping akun grup eks-Muslim, terdapat akun grup ateis yang juga sempat diblok oleh Facebook. Diwartakan oleh Huffingtonpost pada 2015, Facebook mengeblok akun grup Indian Atheist sebelum akhirnya petisi dibentuk untuk membebaskan akun berpengikut 13.000-an orang tersebut. Spekulasi mengenai pengeblokan ini pun terjadi. Ada yang berasumsi bahwa akun Indian Atheist diblok berdasarkan laporan pengguna-pengguna Facebook, ada pula yang mengira akun ini memuat konten yang termasuk dalam 15.000 hal yang dilarang dimuat di platform media sosial tersebut berdasarkan permintaan pemerintah India. Unggahan pengguna-pengguna Facebook lainnya yang dianggap antireligius atau memuat ujaran kebencian juga disensor karena berpotensi memicu keresahan khalayak di India.

Sehubungan dengan ekspresi kelompok ateis ini, pada 2012 silam di Indonesia juga pernah terjadi penangkapan terhadap Alexander (30), salah satu pegawai negeri dari Sumatera Barat. Dilansir Tempo, ia dilaporkan oleh MUI dan LSM Pandam ke polisi setelah menuliskan “Tuhan ada di mana?” dan “Tidak ada Tuhan” di akun Facebook Ateis Minang.

Sementara di platform media sosial lain, beberapa pengguna juga kena sanksi akibat mengunggah konten yang dianggap tidak pantas atau melanggar norma. Tahun 2014, iklan yang dilakoni sekelompok bocah perempuan, “F-Bombs For Feminism: Potty Mouth Princesses Use Bad Words for Good Cause” diturunkan sementara oleh Youtube. Sebagian warganet menganggap bocah-bocah perempuan yang tampil dalam iklan tersebut tidak pantas mengucapkan sumpah serapah berulang kali, terlepas dari intensi pembuat iklan untuk mempromosikan feminisme.

Instagram pun pernah melakukan penghapusan konten serupa Facebook dan Youtube. Tahun 2015, unggahan Rupi Kaur, blogger asal Kanada, yang menampilkan perempuan sedang menstruasi sempat dihapus oleh media sosial berbasis visual tersebut. Lain cerita dengan Stephanie Sarley. Setahun setelah penghapusan gambar Rupi Kaur, sejumlah unggahan Sarley dan akunnya sempat dihilangkan oleh Instagram. Ini dikarenakan ia memublikasikan foto dan video stimulasi buah-buahan yang oleh sebagian pihak dianggap berasosiasi dengan stimulasi seksual.

Tahun 2017, untuk kesekian kali Twitter melakukan penangguhan akun. Kali ini sasarannya adalah akun @DPP_FPI, @syihabrizieq, dan @HumasFPI. Namun, tidak butuh waktu lama untuk akun @DPP_FPI bereinkarnasi. Sejumlah akun bernama mirip bermunculan sebagai reaksi penangguhan akun @DPP_FPI.

Media Sosial: Suaka atau Penjara Baru untuk Berekspresi?

Terkait dengan pembatasan ekspresi atau pendapat di media sosial, Tirto menanyakan opini salah seorang pengguna, Ika Vantiani. Perempuan yang berkecimpung di bidang seni tersebut mengatakan bahwa situasi di dunia digital saat ini menuntut para pengguna media sosial untuk memasang “tameng” lebih tebal dari sebelumnya dalam berpendapat. “Kalau sebelumnya referensi personal dirasakan cukup sebagai tameng, sekarang sudah tidak lagi. Ada lapisan tameng baru yang mesti dibentuk dari referensi komunal. Ini menjadi strategi baru dalam berekspresi dan beropini di media sosial. Tentunya, strategi ini jauh dari sederhana,” papar Ika.

Ika mengaku dirinya sengaja menyortir konten apa saja yang hendak ia muat di beberapa akun media sosial yang dimilikinya. Konten di satu platform media sosial sengaja dibedakannya dari platform media sosial lainnya karena Ika sadar, terdapat perbedaan karakter dan bentuk komunikasi pada setiap media sosial yang digunakannya.

Situasi represif yang kerap digambarkan media massa tentang kehidupan dunia digital kini membuat Ika memilih untuk mengunci akun Instagramnya. “Tapi, tentu saja gue tidak ingin mengunci akun gue terus menerus. Cuma, saat ini rasanya itu yang paling tepat dilakukan. Gue ingin menjaga interaksi yang gue temukan di Instagram. Gue sempat mengalami satu kejadian di mana orang-orang melakukan spamming di salah satu unggahan gue, sampai akhirnya gue memutuskan menghapus unggahan itu. Setelah itu, gue memutuskan mengunci akun gue sementara. Ini kali kedua gue melakukannya,” jelas Ika. Ia merasa sensor khalayak yang terjadi di media sosial cenderung menutup diskusi yang sehat secara membabi buta. Oleh karenanya, Ika ingin menghindari pengalaman tidak menyenangkan seperti spamming itu untuk kembali terulang.

Situasi represif ini tidak terlepas dari upaya normalisasi keadaan dari pihak-pihak berkuasa yang didukung oleh hukum seperti Undang-Undang ITE, demikian pendapat Tommy F. Awuy, pengajar di Departemen Filsafat, Universitas Indonesia, saat diwawancarai pada kesempatan lain oleh Tirto. “Dalam sesaat, efeknya mungkin adalah tercapainya normalisasi itu. Namun, yang mengkhawatirkan adalah potensi penggunaan persekusi sebagai strategi untuk memapankan kekuasaan yang totalitarian,” imbuh Tommy.

Laki-laki yang juga giat menggeluti seni ini berpandangan bahwa sebenarnya tidak ada yang salah dengan penggunaan media sosial oleh siapa pun untuk mengekspresikan gagasan, termasuk oleh mereka yang suaranya kerap terbungkam dalam praktik kehidupan nyata sehari-hari. Namun, kendala besar akan siap menghantui para pengguna yang idenya tidak sejalan dengan pemangku-pemangku kekuasaan. Dengan menggunakan senjata legitimasi hukum, para penguasa menurut Tommy akan dapat mengancam posisi orang-orang yang aktif di media sosial dan menyuarakan isu yang sensitif.

Alih-alih memandang media sosial sebagai ruang untuk merayakan kebebasan, Tommy justru melihatnya sebagai arena permainan. “Semua punya cara dalam membaca tanda-tanda dalam permainan di dunia virtual. Dan, para penguasa bisa ambil bagian dalam permainan ini, bahkan punya alat paling canggih,” ungkap Tommy.

Penguasa yang dimaksud di sini tentu saja bukan hanya pemerintah atau organisasi-organisasi massa yang tidak jarang mengambil tindakan sewenang-wenang. Namun, lebih jauh lagi, mereka yang berposisi nyaman di tengah wacana dominan dan platform media sosial yang regulasinya sering kali lebur dengan normativitas setempat juga dapat dipahami sebagai “penguasa”.

Sekalipun aturan-aturan di kehidupan nyata diupayakan sejumlah pihak untuk diteruskan di dunia digital, bukan berarti gerakan-gerakan bawah tanah tidak bisa hidup. Mereka yang mempunyai ide-ide alternatif masih dapat bersuara dan membangun kesadaran bersama untuk melawan pandangan dominan, begitu menurut Tommy. Ia juga menambahkan, “Gerakan-gerakan semacam ini sebenarnya efektif kalau mereka bisa menemukan formula perlawanannya. Di dunia maya, justru pepatah klasik berlaku: mati satu, tumbuh seribu. Tutup akun, ya buka baru lagi, begitu terus.”

Tak ubahnya memakan buah simalakama, mengungkapkan gagasan atau mengekspresikan diri bisa membuat orang merasa serbasalah. Terlepas dari mengikuti atau justru melawan kekuatan pihak-pihak yang tengah berkuasa, pengunggahan konten di media sosial sepatutnya tidak dipisahkan dari tanggung jawab para penggunanya. Apa pun yang tertinggal di sana, akan menetap lama atau bahkan menyebar dan menjangkau pula pihak-pihak yang berseberangan pikiran dengan seseorang atau sekelompok masyarakat.